Manusia merespon arsitektur berdasarkan emosi subyektif, misalnya "Saya menyukai gedung itu," "Saya tidak menyukai ruangan ini, ruangannya terlalu terbuka," atau "Kantor ini terlalu sesak."
Tetapi, sesuatu yang lain, terjadi dalam menanggapi respon-respon ini. Peneliti saraf telah menemukan bahwa proses yang khas terjadi di otak kita, secara sadar dan tidak sadar, serta secara kognitif dan psikologis, dari momen saat kita memasuki ruangan tertentu. Proses ini memengaruhi emosi, kesehatan, dan bahkan mengembangkan ingatan kita.
Minat di mana arsitektur dapat mendukung kerja dan evolusi
otak, terus tumbuh. Sekitar 200 orang mendatangi konferensi Academy of
Neuroscience for Architecture (ANFA) yang diadakan 18-20 September silam di
Salk Institute for Biological Studies in La Jolla, Calif. Didirikan pada 2003,
organisasi ini beranggotakan arsitek, peneliti saraf, psikolog perilaku, dan
para akademisi dari berbagai jurusan yang juga mempelajari hubungan antara
arsitektur dan otak.
Para peneliti berdiskusi banyak hal mulai bagaimana
meningkatkan desain ruangan terapi untuk orang-orang yang memiliki gangguan
stres pasca trauma, sampai bagaimana realitas virtual dapat memengaruhi
perasaan seseorang, dan bagaimana pemetaan spasial otak mungkin memengaruhi
desain ortogonal pada tata letak kota.
Ruang, Kesatuan Otak
Ruang, ternyata, adalah bagian dari pembentukan memori. Otak
kita memiliki neuron spesifik pada hippocampus, atau bagian yang mengontrol
pembentukan memori dan berada dekat pusat otak. Neuron ini melepaskan respon
terhadap tempat dan posisi terkait stimulus, misalnya arah kepala kita menengok
saat melihat dinding atau pembatas, saat kita berpindah dalam kecepatan yang
berbeda, dan saat kita berada di lokasi yang spesifik pada suatu ruang.
"Neuron ini membantu kita menciptakan konstruksi
internal terhadap dunia luar," kata Jill Leutgeb, seorang profesor
neurobiologi University of California San Diego (UCSD), saat presentasi.
Misalnya, seluruh indera kita dipengaruhi oleh atribut fisik
terhadap arsitektur, yakni pencahayaan, suara, tekstur permukaan, dan kebiasaan
ruang, di mana secara konstan beralih pada otak kita yang dapat mempengaruhi
kognisi, kondisi mental, dan pemeliharaan memori jangka panjang kita.
Sementara efek stimuli ini dapat memengaruhi kita secara
langsung, seperti perasaan tenang saat memasuki ruang yang terang karena sinar
matahari.
Menjadi berbeda memiliki tantangan
Profesor ilmu saraf, David Salmon mengatakan bahwa
orang-orang dengan penyakit demensia dan alzheimer terkadang memiliki kesulitan
untuk mengidentifikasi obyek yang asing, seperti gagang pintu dengan desain
tidak biasa. Saat merancang ruang untuk orang-orang yang memiliki kondisi
seperti ini, arsitek harus menyadari bahwa setiap detail dapat menjadi penyebab
atau pemicu kebingungan, disorientasi atau stres.
Dalam hal pengolahan ruang, yang paling penting adalah visi.
Kita harus menyediakan lebih dari 80 persen dari informasi yang kita gunakan
untuk memahami dunia fisik di sekitar kita. Hal ini penting bagi kemampuan
mengolah informasi, untuk membantu kita memahami dari mana datangnya suara,
misalnya.
"Karena gangguan penglihatan telah menjadi masalah
umum, mengingat demografi kita mengalami penuaan, maka penting untuk memahami
bagaimana desain arsitektural dapat menawarkan asistensi intusitif," kata
Audrey Lustig Michal, mahasiswa doktor yang mempelajari kecerdasan spasial di
Northwestern University.
Kenapa Kita Membutuhkan Cahaya?
Pentingnya cahaya pada ruangan interior telah
didemonstrasikan berkali-kali. "Cahaya alami penting untuk
fisiologis," kata peneliti Salk Institute, Satchin Panda.
Kurangnya cahaya sangat berpengaruh terhadap pola tidur dan
mood. Paparan cahaya hingga 2.000 lux selama 30-60 menit per hari dapat melawan
depresi musiman. Sejak 2012, Panda dan anggota ANFA, AIA, telah menghitung
tingkatan cahaya pada ruang arsitektural.
Akhir-akhir ini, mereka membandingkan dua pekerjaan yang
dikenal baik pada arsitektur Southern California: gaya pengrajin "Gamble
House" di Pasadena oleh Greene bersaudara, dan Bailey House modern abad
pertengahan, atau Case Study House #21 di Los Angeles oleh Pierre Koenig, FAIA.
Ruang tidur dan ruang tamu pada "Gamble House"
rata-rata disinari oleh cahaya matahari antara 10 dan 50 lux; tingkat cahaya
melebihi 100 lux hanya dalam waktu satu jam. Sementara, Case Study House #21,
dengan jendela besar menghadap ke selatan, rata-rata menerima 800 lux cahaya
sehari dan mengalami peningkatan pada 7 jam yang melampaui 1000 lux.
Meski tidak menjelaskan hubungan antara pencahayaan dengan
tingkat kebahagiaan seseorang, Panda dan Marks mengilustrasikan bahwa bahkan
desain terkenal secara teoritis mungkin gagal dalam mendukung kesehatan
psikologis kita.
Pola Desain Bangunan dapat Pengaruhi Manusia
Reviewed by Desain Rumah Kreatif
on
3:06 PM
Rating:

No comments: